Reliabilitas dari serat optik dapat ditentukan dengan satuan BER (Bit
Error Rate). Salah satu ujung serat optik diberi masukan data tertentu
dan ujung yang lain mengolah data itu. Dengan intensitas laser yang
rendah dan dengan panjang serat mencapai beberapa km, maka akan
menghasilkan kesalahan. Jumlah kesalahan persatuan waktu tersebut
dinamakan BER. Dengan diketahuinya BER maka, Jumlah kesalahan pada serat
optik yang sama dengan panjang yang berbeda dapat diperkirakan
besarnya.
Sejarah perkembangan
Penggunaan
cahaya sebagai pembawa informasi sebenarnya sudah banyak digunakan sejak
zaman dahulu, baru sekitar tahun 1930-an para ilmuwan Jerman mengawali
eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui bahan yang bernama serat
optik. Percobaan ini juga masih tergolong cukup primitif karena hasil
yang dicapai tidak bisa langsung dimanfaatkan, namun harus melalui
perkembangan dan penyempurnaan lebih lanjut lagi. Perkembangan
selanjutnya adalah ketika para ilmuawan Inggris pada tahun 1958
mengusulkan prototipe serat optik yang sampai sekarang dipakai yaitu
yang terdiri atas gelas inti yang dibungkus oleh gelas lainnya. Sekitar
awal tahun 1960-an perubahan fantastis terjadi di Asia yaitu ketika para
ilmuwan Jepang berhasil membuat jenis serat optik yang mampu
mentransmisikan gambar.
Di lain pihak para ilmuwan selain mencoba
untuk memandu cahaya melewati gelas (serat optik) namun juga mencoba
untuk ”menjinakkan” cahaya. Kerja keras itupun berhasil ketika sekitar
1959 laser ditemukan. Laser beroperasi pada daerah frekuensi tampak
sekitar 1014 Hertz-15 Hertz atau ratusan ribu kali frekuensi gelombang
mikro.
Pada awalnya peralatan penghasil sinar laser masih serba
besar dan merepotkan. Selain tidak efisien, ia baru dapat berfungsi pada
suhu sangat rendah. Laser juga belum terpancar lurus. Pada kondisi
cahaya sangat cerah pun, pancarannya gampang meliuk-liuk mengikuti
kepadatan atmosfer. Waktu itu, sebuah pancaran laser dalam jarak 1 km,
bisa tiba di tujuan akhir pada banyak titik dengan simpangan jarak
hingga hitungan meter.
Sekitar tahun 60-an ditemukan serat optik
yang kemurniannya sangat tinggi, kurang dari 1 bagian dalam sejuta.
Dalam bahasa sehari-hari artinya serat yang sangat bening dan tidak
menghantar listrik ini sedemikian murninya, sehingga konon, seandainya
air laut itu semurni serat optik, dengan pencahayaan cukup kita dapat
menonton lalu-lalangnya penghuni dasar Samudera Pasifik.
Seperti
halnya laser, serat optik pun harus melalui tahap-tahap pengembangan
awal. Sebagaimana medium transmisi cahaya, ia sangat tidak efisien.
Hingga tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat optik pertama
kali diramalkan akan menjadi pemandu cahaya, tingkat atenuasi
(kehilangan)-nya masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi
material, serat optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain.
Secara perlahan tapi pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1
dB/km.
Tahun 80-an, bendera lomba industri serat optik
benar-benar sudah berkibar. Nama-nama besar di dunia pengembangan serat
optik bermunculan. Charles K. Kao diakui dunia sebagai salah seorang
perintis utama. Dari Jepang muncul Yasuharu Suematsu. Raksasa-raksasa
elektronik macam ITT atau STL jelas punya banyak sekali peranan dalam
mendalami riset-riset serat optik.
2. Time Line Pengembangan Fiber Optik
1917
Theory of stimulated emission Albert Einstein mengajukanm sebuah teori
tentang emisi terangsang dimana jika ada atom dalam tingkatan energi
tinggi 1954 "Maser" developed Charles Townes, James Gordon, dan Herbert
Zeiger di Columbia University mengembangkankan "maser" yaitu microwave
amplification by stimulated emission of radiation, dimana molekul dari
gas amonia memperkuat dan menghasilkan gelombang. . Pekerjaan ini
menghabiskan waktu tiga tahun sejak ide Townes pada tahun 1951 untuk
mengambil manfaat dari osilasi frekuensi tinggi molekular untuk
membangkitkan gelombang dengan penjang gelombang pendek pada gelombang
radio. 1958 Pengenalan Konsep Laser Townes dan ahli fisika Arthur
Schawlow mempublikasikan paper yang menunjukan bahwa maser dapat dibuat
untuk dioperasikan pada daerah infra merah dan optik. .Paper ini
menjelaskan tentang konsep laser (light amplification by stimulated
emission of radiation)
1960 ditemukannya Continuously
operating helium-neon gas laser Laboratorium Riset Bell dan Ali Javan
serta koleganya William Bennett, Jr., dan Donald Herriott menemukan
sebuah continuously operating helium-neon gas laser. 1960 Ditemukannya
Operable laser Theodore Maiman, seorang fisikawan dan insinyur elektro
di Hughes Research Laboratories, menemukan operable laser dengan
menggunakan sebuah kristal batu rubi sintesis sebagai medium. 1961 Glass
fiber demonstration Peneliti industri Elias Snitzer dan Will Hicks
mendemontrasikan sinar laser yang diarahkan melalui serat gelas yang
tipis. Inti serat gelas tersebut cukup kecil yang membuat cahaya hanya
dapat melewati satu bagian saja tetapi banyak ilmuwan menyatakan bahwa
serat tidak cocok untuk komunikasi karena rugi rugi cahaya yang terjadi
karena melewati jarak yang sangat jauh. 1961 Penggunaan ruby laser untuk
keperluan medis Penggunaan laser yang dihasilkan dari batu Rubi yang
pertama, Charles Campbell of the Institute of Ophthalmology at Columbia-
Presbyterian Medical Center dan Charles Koester of the American Optical
Corporation menggunakan prototipe ruby laser photocoagulator untuk
menghancurkan tumor pada retina pasien. 1962 Pengembangan Gallium
arsenide laser Tiga group riset terkenal yaitu General Electric, IBM,
dan MIT’s Lincoln Laboratory secara simultan mengembangkan gallium
arsenide laser yang mengkonversikan energi listrk secara langsung ke
dalam cahaya infra merah dan perkembangan selanjutnya digunakan untuk
pengembangan CD dan DVD player serta penggunaan laser printer. 1963
Heterostructures Ahli fisika Herbert Kroemer mengajukan ide yaitu
heterostructures, kombinasi dari lebih dari satu semikonduktor dalam
layer-layer untuk mengurangi kebutuhan energi untuk laser dan membantu
untuk dapat bekerja lebih efisien. Heterostructures ini nantinya akan
digunakan pada telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya.
1966
kertas Landmark pada optical fiber Charles Kao dan George Hockham yang
melakukan penelitian di Standard Telecommunications Laboratories Inggris
mempublikasikan landmark paper yang mendemontrasikan bahwa fiber optik
dapat mentransmisikan sinar laser yang sangat sedikit rugi-ruginya jika
gelas yang digunakan sangat murni. Dengan penemuan ini kemudian para
peneliti lebih fokus pada bagaimana cara memurnikan bahan gelas. 1970
Fiber Optik yang memenuhi standar kemurnian. Ilmuwan Corning Glass Works
yaitu Donald Keck, Peter Schultz, dan Robert Maurer melaporkan penemuan
fiber optik yang memenuhi standar yang telah ditentukan oleh Kao dan
Hockham. Gelas yang paling murni yang dibuat terdiri atas gabungan
silika dalam tahap uap dan mampu mengurangi rugi-rugi cahaya kurang dari
20 decibels per kilometer. Pada 1972 tim ini menemukan gelas dengan
rugi-rugi cahaya hanya 4 decibels per kilometer. Juga pada tahun 1970,
Morton Panish dan Izuo Hayashi dari Bell Laboratories dengan tim Ioffe
Physical Institute di Leningrad, mendemontrasikan semiconductor laser
yang dapat dioperasikan pada temperatur ruang. Kedua penemuan tersebut
merupakan terobosan dalam komersialisasi penggunaan fiber optik. 1973
Proses Chemical vapor deposition John MacChesney dan Paul O. Connor pada
Bell Laboratories mengembangkan proses chemical vapor deposition
process yang memanaskan uap kimia dan oksigen ke bentuk ultratransparent
glass yang dapat diproduksi masal ke dalam fiber optik yang mempunyai
rugi-rugi sangat kecil. 1975 Komersialisasi Pertama dari semiconductor
laser Insinyur pada Laser Diode Labs mengembangkan semiconductor laser
komersial pertama yang dapat dioperasikan pada suhu kamar. 1977
Perusahaan telepon menguji coba penggunaan fiber optic Perusahaan
telepon memulai penggunaan fiber optik yang membawa lalu lintas telepon.
GTE membuka jalur antara Long Beach dan Artesia, California, yang
menggunakan transmisi light-emitting diode. Bell Labs mendirikan
sambungan yang sama pada sistem telepon di Chicago dengan jarak 1,5 mil
di bawah tanah yang menghubungkan 2 s switching station.
1980
Sambungan Fiber-optic telah ada di Kota kota besar di Amerika AT&T
mengumumkan akan menginstal fiber-optic yang menghubungkan kota kota
antara Boston dan Washington D.C. kemudian dua tahun kemudian MCI
mengumumkan untuk melakukan hal yang sama. 1987 "Doped" fiber amplifiers
David Payne di University of Southampton memperkenalkan fiber
amplifiers yang dikotori oleh elemen erbium. optical amplifiers abru ini
mampu menaikan sinyal cahaya tanpa harus mengkonversikan terlebih
dahulu ke dalam energi listrik. 1988 Kabel Pertama Transatlantic
Fiber-Optic Kabel Translantic yang pertama menggunakan fiber glass yang
sangat transparan sehingga repeater hanya dibutuhkanb ketika sudah
mencapai 40mil. 1991 Optical Amplifiers Emmanuel Desurvire di Bell
Laboratories serta David Payne dan P. J. Mears dari University of
Southampton mendemontrasikan optical amplifiers yang terintegrasi dengan
kabel fiber optic tersebut. Keuntungannya adalah dapat membawa
informasi 100 kali lebih cepat dari pada kabel electronic amplifier.
1996 optic fiber cable yang menggunakan optical amplifiers ditaruh di
samudera pasifik TPC-5, sebuah optic fiber merupakan fiber optic pertama
yang menggunakan optical amplifiers. Kabel ini melewati samudera
pasifik mulai dari San Luis Obispo, California, ke Guam, Hawaii, dan
Miyazaki, Japan, dan kembali ke Oregon coast dan mampu untuk menangani
320,000 panggilan telepon. 1997 Fiber Optic menghubungkan seluruh dunia
Fiber Optic Link Around the Globe (FLAG) menjadi jaringan abel
terpanjang di seluruh dunia yang menyediakan infrastruktur untuk
generasi internet terbaru.
2. Generasi Perkembangan Serat Optik
Berdasarkan penggunaannya maka sistem komunikasi serat optik (SKSO) dibagi menjadi 4 tahap generasi yaitu :
1.
Generasi pertama (mulai 1975) Sistem masih sederhana dan menjadi dasar
bagi sistem generasi berikutnya, terdiri dari : alat encoding : mengubah
input (misal suara) menjadi sinyal listrik transmitter : mengubah
sinyal listrik menjadi sinyal gelombang, berupa LED dengan panjang
gelombang 0,87 mm. serat silika : sebagai penghantar sinyal gelombang
repeater : sebagai penguat gelombang yang melemah di perjalanan receiver
: mengubah sinyal gelombang menjadi sinyal listrik, berupa fotodetektor
alat decoding : mengubah sinyal listrik menjadi output (misal suara)
Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula ia mengubah sinyal
gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik, kemudian diperkuat
dan diubah kembali menjadi sinyal gelombang. Generasi pertama ini pada
tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10 Gb.km/s.
2 Generasi kedua (mulai 1981)
Untuk
mengurangi efek dispersi, ukuran teras serat diperkecil agar menjadi
tipe mode tunggal. Indeks bias kulit dibuat sedekat-dekatnya dengan
indeks bias teras. Dengan sendirinya transmitter juga diganti dengan
diode laser, panjang gelombang yang dipancarkannya 1,3 mm. Dengan
modifikasi ini generasi kedua mampu mencapai kapasitas transmisi 100
Gb.km/s, 10 kali lipat lebih besar daripada generasi pertama.
3. Generasi ketiga (mulai 1982)
Terjadi
penyempurnaan pembuatan serat silika dan pembuatan chip diode laser
berpanjang gelombang 1,55 mm. Kemurnian bahan silika ditingkatkan
sehingga transparansinya dapat dibuat untuk panjang gelombang sekitar
1,2 mm sampai 1,6 mm. Penyempurnaan ini meningkatkan kapasitas transmisi
menjadi beberapa ratus Gb.km/s.
4. Generasi keempat (mulai 1984)
Dimulainya
riset dan pengembangan sistem koheren, modulasinya yang dipakai bukan
modulasi intensitas melainkan modulasi frekuensi, sehingga sinyal yang
sudah lemah intensitasnya masih dapat dideteksi. Maka jarak yang dapat
ditempuh, juga kapasitas transmisinya, ikut membesar. Pada tahun 1984
kapasitasnya sudah dapat menyamai kapasitas sistem deteksi langsung.
Sayang, generasi ini terhambat perkembangannya karena teknologi piranti
sumber dan deteksi modulasi frekuensi masih jauh tertinggal. Tetapi
tidak dapat disangkal bahwa sistem koheren ini punya potensi untuk maju
pesat pada masa-masa yang akan datang.
5. Generasi kelima (mulai 1989)
Pada
generasi ini dikembangkan suatu penguat optik yang menggantikan fungsi
repeater pada generasi-generasi sebelumnya. Sebuah penguat optik terdiri
dari sebuah diode laser InGaAsP (panjang gelombang 1,48 mm) dan
sejumlah serat optik dengan doping erbium (Er) di terasnya. Pada saat
serat ini disinari diode lasernya, atom-atom erbium di dalamnya akan
tereksitasi dan membuat inversi populasi*, sehingga bila ada sinyal
lemah masuk penguat dan lewat di dalam serat, atom-atom itu akan
serentak mengadakan deeksitasi yang disebut emisi terangsang (stimulated
emission) Einstein. Akibatnya sinyal yang sudah melemah akan diperkuat
kembali oleh emisi ini dan diteruskan keluar penguat. Keunggulan penguat
optik ini terhadap repeater adalah tidak terjadinya gangguan terhadap
perjalanan sinyal gelombang, sinyal gelombang tidak perlu diubah jadi
listrik dulu dan seterusnya seperti yang terjadi pada repeater. Dengan
adanya penguat optik ini kapasitas transmisi melonjak hebat sekali. Pada
awal pengembangannya hanya dicapai 400 Gb.km/s, tetapi setahun kemudian
kapasitas transmisi sudah menembus harga 50 ribu Gb.km/s.
6. Generasi keenam
Pada
tahun 1988 Linn F. Mollenauer memelopori sistem komunikasi soliton.
Soliton adalah pulsa gelombang yang terdiri dari banyak komponen panjang
gelombang. Komponen-komponennya memiliki panjang gelombang yang berbeda
hanya sedikit, dan juga bervariasi dalam intensitasnya. Panjang soliton
hanya 10-12 detik dan dapat dibagi menjadi beberapa komponen yang
saling berdekatan, sehingga sinyal-sinyal yang berupa soliton merupakan
informasi yang terdiri dari beberapa saluran sekaligus (wavelength
division multiplexing). Eksperimen menunjukkan bahwa soliton minimal
dapat membawa 5 saluran yang masing-masing membawa informasi dengan laju
5 Gb/s. Cacah saluran dapat dibuat menjadi dua kali lipat lebih banyak
jika dibunakan multiplexing polarisasi, karena setiap saluran memiliki
dua polarisasi yang berbeda. Kapasitas transmisi yang telah diuji
mencapai 35 ribu Gb.km/s.
Cara kerja sistem soliton ini adalah
efek Kerr, yaitu sinar-sinar yang panjang gelombangnya sama akan
merambat dengan laju yang berbeda di dalam suatu bahan jika
intensitasnya melebihi suatu harga batas. Efek ini kemudian digunakan
untuk menetralisir efek dispersi, sehingga soliton tidak akan melebar
pada waktu sampai di receiver. Hal ini sangat menguntungkan karena
tingkat kesalahan yang ditimbulkannya amat kecil bahkan dapat diabaikan.
Tampak bahwa penggabungan ciri beberapa generasi teknologi serat optik
akan mampu menghasilkan suatu sistem komunikasi yang mendekati ideal,
yaitu yang memiliki kapasitas transmisi yang sebesar-besarnya dengan
tingkat kesalahan yang sekecil-kecilnya yang jelas, dunia komunikasi
abad 21 mendatang tidak dapat dihindari lagi akan dirajai oleh teknologi
serat optik.