Minggu, 03 Mei 2015

TAQI AL-DIN MUHAMMAD IBNU MA’RUF, ILMUWAN MUSLIM MULTITALENTA

Ragam temuannya mengungguli, bahkan mendahului ilmuwan Barat.
Nama lengkapnya, Taqi  al-Din Abu Bakar Muhammad bin Zayn al-Din Ma’ruf al-Dimashqi al-Hanafi. Namun, ilmuwan Muslim kelahiran Damaskus, Suriah, yang mendunia pada abad ke-16 M ini lebih dikenal dengan nama yang lebih singkat: Taqi al-Din Muhammad Ibnu Ma’ruf. Dialah ilmuwan yang memberi kontribusi besar bagi perkembangan ilmu matematika, astronomi, optik, dan mekanika hingga kini.


Taqi al-Din yang lahir pada 1521 M mengabdikan dirinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kekhalifahan Turki Utsmani. Salah satunya mengabdi sebagai kepala observatorium. Dia meninggal di Istanbul pada 1585 M.
Pada era itu, tak ada ilmuwan di Eropa yang mampu menandingi kepakarannya. Hal ini bisa dipahami karena Taqi al-Din adalah ilmuwan multitalenta yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Dikenal sebagai astronom andal, ia juga termasyhur sebagai astrolog, insinyur, ahli fisika, pakar matematika, dokter, hakim Islam, ahli botani, filsuf, ahli agama, dan guru madrasah. Dunia ilmu pengetahuan modern juga mengakuinya sebagai ilmuwan yang sangat produktif.
Setidaknya, lebih dari 90 judul buku dengan beragam bidang kajian telah ditulisnya. Sayangnya, hanya tinggal 24 karya monumentalnya yang masih tetap eksis. Sederet penemuannya juga sungguh menakjubkan. Pencapaiannya dalam menemukan berbagai alat mendahului para ilmuwan Barat.
Dalam bukunya berjudul al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya, sang ilmuwan serba bisa ini memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Padahal, ilmuwan Eropa Giovani Branca baru menemukan tenaga uap air pada 1629 M.
Salah satu karya populer al-Din adalah pompa enam silinder yang menerapkan sistem monoblock. Temuan alat pada 1559 M ini kian melambungkan namanya sebagai ilmuwan yang disegani. Begitu pula dengan temuan jam yang akurasinya mumpuni. Jam alarm mekanik pertama merupakan buah karyanya.
Al-Din jugalah yang menemukan jam pertama dengan parameter menit dan detik. Pada 1556 M hingga 1580 M, sang ilmuwan telah menemukan alat untuk melihat antariksa, teleskop. Padahal,  teknologi ini baru dikenal peradaban Barat pada abad ke-17 M. Agar lebih dapat mendalami astronomi, dia mendirikan observatorium Istanbul pada 1577 M.
Kecemerlangan al-Din pada ilmu pengetahuan tak timbul dengan sendirinya. Sang ayah, Maruf Efendi, menjadi guru pertamanya. Dimulai dengan menekuni bidang keagamaan sebagai fondasi dasar semua ilmu, sang ayah lalu mengirimkannya untuk belajar ilmu pengetahuan umum di Suriah dan Mesir.
Dari sinilah, al-Din menimba ilmu matematika dari Shihab al-Din al-Ghazzi, sedangkan guru astronominya yang paling berpengaruh adalah Muhammad bin Abi al-Fath al-Sufi. Dari semua ilmu yang dipelajarinya, matematika menjadi bidang favoritnya. Kesukaannya kepada ilmu berhitung itu diungkapkan Taqi al-Din dalam kata pengantar beragam buku yang ditulisnya. Setelah menamatkan pendidikannya, ia menjadi guru madrasah di Damaskus.
Sekitar tahun 1550 M, ia bersama ayahnya bertandang ke Istanbul, Ibu Kota Pemerintahan Ottoman Turki. Selama berada di kota itu, al-Din menjalin hubungan dengan para ilmuwan Turki, seperti Chivi-zada, Abu al-Su`ud, Qutb al-Dinzada Mahmad, dan Sajli Amir. Tak lama kemudian, ia kembali ke Mesir dan mengajar di Madrasah Shayhuniyya dan Surgatmishiyya.
Pada masa itu, al-Din sempat kembali mengunjungi Istanbul meski hanya sebentar. Di sana, ia dipercaya mengajar di Madrasah Edirnekapi. Saat itu, Perdana Menteri Kerajaan Turki Utsmani dijabat Samiz Ali Pasha. Selama mengajar di Madrasah Edirnekapi, al-Din menggunakan perpustakaan pribadi Ali Pasha dan koleksi jamnya untuk penelitian.
Kepribadian al-Din yang hangat dan supel melempangkan jalan baginya untuk menjalin hubungan dekat dengan para ulama dan pejabat negara. Ketika Ali Pasha diangkat sebagai gubernur Mesir, al-Din kembali ke Negeri Piramida itu.
Di Mesir, ia diangkat menjadi hakim atau kadi serta mengajar di madrasah. Namun, ketertarikannya pada astronomi dan matematika tak pernah ditinggalkan. Terbukti, selama tinggal di Mesir, ia menorehkan sejumlah karya di bidang astronomi dan matematika.
Bangun observatorium
Pada era pemerintahan Sultan Selim II, sang ilmuwan kembali diminta mengembangkan bidang astronomi oleh seorang hakim di Mesir, Kazasker Abd al-Karim Efendi, dan ayahnya, Qutb Al-Din. Bahkan, Qutb al-Din menghibahkan kumpulan karya-karyanya beserta beragam peralatan astronomi. Sejak itulah, ia mulai konsisten mengembangkan astronomi dan matematika.

Pada saat bersamaan, al-Din resmi diangkat menjadi kepala astronom kesultanan (Munajjimbashi) Sultan Selim II pada 1571 M. Ia diangkat setelah wafatnya kepala astronom sebelumnya, Mustafa bin Ali al-Muwaqqit.
Pemerintahan Turki Utsmani mengalami perubahan kepemimpinan ketika Sultan Selim wafat. Tahta kesultanan kemudian diduduki Sultan Murad III. Kepada sultan yang baru, al-Din mengajukan permohonan untuk membangun observatorium yang baru. Dia menjanjikan prediksi astrologi yang akurat dengan berdirinya observatorium baru tersebut.
Permohonan itu akhirnya dikabulkan Sultan Murad III. Proyek pembangunan observatorium Istanbul dimulai pada 1575 M. Dua tahun kemudian, observatorium itu mulai beroperasi. Taqi al-Din menjabat sebagai direktur observatorium Istanbul. Sokongan dana yang besar dari Kerajaan Ottoman membuat observatorium itu bersaing dengan observatorium lain di Eropa, terutama observatorium Raja Denmark.
Tak berpangku tangan, di observatorium Istanbul yang dibangunnya, al-Din pun memperbarui tabel astronomi kuno peninggalan Ulugh Beg. Observatorium itu pun mampu menjelaskan tentang pergerakan planet, matahari, bulan, dan bintang.
Suatu saat, al-Din menyaksikan sebuah komet. Ia lalu memperkirakan munculnya komet itu sebagai pertanda kemenangan bagi pasukan tentara Turki Utsmani yang sedang bertempur. Namun, ternyata prediksinya meleset. Sultan pun memutuskan untuk menghentikan kucuran dana operasional bagi observatorium. Akibatnya, pada 1580 M, observatorium berhenti beroperasi.
Sejak saat itulah, Pemerintah Utsmani mengharamkan astrologi. Selain alasan agama, konflik politik juga menjadi salah satu pemicu ditutupnya observatorium itu. Meski begitu, astronomi bukanlah satu-satunya bidang yang dikembangkan al-Din. Ia juga berhasil menemukan berbagai teknologi serta karya dalam disiplin ilmu lainnya. Hingga kini, namanya tetap melegenda sebagai  ilmuwan serba bisa pada zamannya. n ed: wachidah handasah
Mahakarya Sang Ilmuwan
Selama hidupnya, Taqi al-Din Muhammad Al Ma’ruf telah memberi kontribusi yang begitu besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peneliti senior pada Foundation for Science Technology and Civilization di Inggris Dr Salim Ayduz mengakui kehebatan al-Din. Dalam tulisannya berjudul Taqi al-Din Ibn Ma’ruf: A Bio-Bibliographical Essay, dia memaparkan secara perinci mahakarya sang ilmuwan. Berikut ini kontribusi al-Din bagi peradaban modern:

1. Peralatan observatorium
– Sextant. Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antarbintang. Sextant yang diciptakan al-Din diyakini sebagai capaian terbesar dalam bidang astronomi pada abad ke-16 M. Ia menggunakan alat itu untuk mengukur jari-jari lingkaran Planet Venus, seperti yang disebutkan Ptolemeus dalam bukunya, Almagest.
– Dhat al-Awtar. Ini adalah penanda lama waktu malam dan siang, serta malam pada musim semi dan gugur.
– Jam astronomi.  Ini adalah jam mekanik yang dibuatnya sendiri untuk observasi.

2. Matematika
– Kitab al-Nisab al-Mutasha-Kkala fi- ‘l-Jabr wa-‘l-Muqa-Bala. Ini adalah buku yang mengupas tentang rasio dalam aljabar. Buku ini ditulis di Kairo.
– Bughyat al-Tullab fi- `Ilm al-Hisab. Buku ini membahas tentang tujuan para pelajar mempelajari ilmu aritmatika.
– Sharh Risalat al-Tajnis fi ‘l-Hisab. Karya ini berisi tentang klasifikasi dalam aritmatika.

3. Astronomi
Buah karyanya yang paling banyak adalah astronomi. Dalam bidang ini, Taqi al-Din menulis sederet buku, antara lain:
– Rayhanat al-Ruh fi- Rasm al-Sa’at `ala Mustawa al-Suth. Berisi tentang sejarah penulisan astronomi pada periode Ottoman.
– Jaridat al-Durar wa Khari-dat al-Fikar. Buku ini memuat tabel sinus dan tangen dalam pecahan desimal.
– Treatise on the Azimuth of the Qibla (Risa-lat samt al-Qibla).
– Serta sederet buku astronomi lainnya.

4. Mekanik
Di bidang mekanik, Taqi al-Din juga menulis sejumlah buku, di antaranya:
– Al-Kawa-Kib al-Durriyya fi- Wadh’ al-Banka-mat al-Dawriyya. Buku ini membahas  pembuatan jam mekanik. Buku ini disusun di Nablus (sekarang Palestina) pada 1559 M. Dalam prakatanya, dia mengatakan, penulisan buku itu memanfaatkan perpustakaan pribadi Ali Pasha dan koleksi jam mekanik Eropa yang dimilikinya.
– Al-Turuq al-Saniyya fi’l-Alat al-Ruhaniyya. Di sini, al-Din memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Buku ini ditulis di Kairo pada 1551 M.
– Risala fi- `Amal al-Mi-Zan al-Tabi’i. Membahas tentang berat dan cara pengukuran serta menjelaskan skala Archimides.

5. Optik
Dalam kitab Nur Hadaqat al-Ibsa-r wa-Nur Haqiqat al-Anzar, ia memaparkan tentang bagaimana mata melihat. Buku ini juga membahas tentang refleksi dan refraksi cahaya. Mengkaji pula hubungan antara cahaya dan warna. Buku ini didedikasikan al-Din khusus untuk Sultan Murad III. 

Biografi Al-Khazini (Pencetus Teori Gravitasi & Penemu Tekanan Udara)

Tahukah kamu bahwa jauh sebelum Isaac Newton menemukan teori Gravitasi, ada seorang ilmuwan muslim yang sudah memikirkan tentang teori itu loh. Dia merupakan ilmuwan muslim yang hidup pada abad ke-12 M. Para sejarawan sains memberinya gelar sebagai ‘Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.”
Dialah Al-Khazini,bernama lengkap Abdurrahman Al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk “Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescription for Failure”, sangilmuwan hidup di abad ke-12 M. “Dia berasal dari Bizantium Yunani,” tutur Klotz. Al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukan wilayah kekuasaan kaisar Konstatinopel, Romanus IV Diogenes.

Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah kota metropolitan terkemuka pada Abad ke-12 M. Merv dulu berada di Persia dan sekarang berganti nama menjadi Turkmenistan. Sebagai seorang budak, nasib Al-Khazini sungguh beruntung. Tuannya bernama Al-Khazin. Beliau diberikan pendidikan yang sangat baik oleh tuannya dan di ajarkan matematika dan filsafat.

Tak Cuma itu, Al-Khazini juga dikirmkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, beliau mempelajari sastra,matematika , astronomi, dan filsafat. Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya“Abu Al-Fath Abd Al-Rahman Al-Khazini”,saat itu Omar Khayyam juga menetap di kota Merv, berada di bawah perlindungan Sultan Ahmed Sanjar, penguasa Dinasti Seljuk. Sayangnya,kisah dan perjalanan hidup Al-Khazini tak banyak terekam dalam buku – buku sejarah.

Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan bahwa Al-Khazini adala seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, beliau tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, Al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar 1.000 keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk. Beliau hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun .

Para sejarawan sains menempatkan ilmuwan itu dalam posisi yang sangat terhormat. Betapa tidak, ilmuwan muslim yang berjaya di abad kedua belas itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam ilmu fisika dan astronomi. Salah satu kontribusi penting yang diwariskan al-Khazini dalam bidang astronomi adalah Tabel Sinjaric. Tabel itu dituliskannya dalam sebuah risalah astronomi bertajuk az-Zij as-Sanjari. Dalam manuskrip itu, dia menjelaskan jam air yang dibagi menjadi 24 jam dan didesain untuk penelitian astronomi. Jam ini adalah salah satu jam astronomi pertama yang dikenal di dunia Islam kala itu.

Pemikiran Al-Khazini

“Fisikawan terbesar sepanjang sejarah”, begitulah Charles C Jilispe , editor Dictionary of Scientyfic Bibliography menjuluki saintis muslim, AL-Khazini. Ntium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat. Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M – tepatnya 1115-1130 M yang telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. Al-Khazini merupakan saintis Muslim serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika serta filsafat.

Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi, Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al-Khazini adalah Gregory Choniades – astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.

Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains seperti: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gravitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi.

“Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. al-Khazini adalah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa,” ungkap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul ”al-Khazini” yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.

Selain itu, al-Khazini juga menjelaskan tentang posisi 46 bintang. Risalahnya yang berjudul Al-Khazini’s Zij as-Sanjari itu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani oleh Gregory Choniades pada abad ke-13 M. Risalah astronomi yang ditulis al-Khazini pun menjadi rujukan para ilmuwan dan pelajar di Kekaisaran Bizantium.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan al-Khazini dalam bidang fisika adalah kitab Mizan al-Hikmah atau Balance of Wisdom. Buku yang ditulisnya pada 1121 M itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, al-Khazini menjelaskan sacara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan dan hidrostatika.

Ini merupakan sebuah karya mendasar tentang keseimbangan hidrostatik yang corak ragamnya diklasifikasikan menurut jumlah angka skala. Sebuah edisi buku ini terbit di Hyderabad pada tahun 1359 H/1940 M. Buku itu terdiri dari delapan buah makalah yang terbagi dalam beberapa bab dan pasal dan juga memuat teorema-teorema yang diperoleh dari karya-karya Euclides, Archimedes dan Menelaus. Buku ini merupakan kelanjutan dari karya Tsabit bin Qurrah yang berjudul Mizan ar-Rumi atau Timbangan Romawi.

Selain menjelaskan pemikirannya tentang teori-terori itu, al-Khazani juga menguraikan perkembangan ilmu itu dari para pendahulu serta ilmuwan yang sezaman dengannya. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga menjelaskan beberapa peralatan yang diciptakan ilmuwan pendahulunya seperti araeometer buatan Pappus serta pycnometer flask yang diciptakan al-Biruni.

Buku itu dinilai Nasr sebagai sebuah karya ilmiah Muslim yang paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika, dan terutama studi mengenai pusat gravitasi. Dalam buku itu pula, al-Khazini mengupas prinsip keseimbangan hidrostatis dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran mikrogram (10-6 gr), suatu level ketelitian yang menurut K Ajram dalam The Miracle of Islamic Science hanya tercapai pada abad ke 20 M.

Penemu Tekanan Udara

al-khazini
Neraca Mizan Al-Hikmah
Al-Khazini mewarisi riset-riset al-Biruni dalam mekanika dan hidrostatika, dan mengembangkannya dengan beberapa penemuan yang cukup berarti. Menurut Nasr (1968), al-Khazini menggabungkan studi hidrostatik dengan mekanika, dan memusatkannya terutama pada konsepsi pusat gravitasi seperti diterapkan pada neraca. Ia juga melakukan penetuan berat jenis berbagai benda padat dan cair dengan instrumen dan metode yang digunakan al-Biruni.

Menurut penyelidikan Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO (Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, 1986), al-Khazini juga menentukan kepadatan banyak unsur dan senyawa dengan ketepatan yang tinggi. Berkat prestasi ini, al-Khazini sebagai fisikawan mendapat julukan “among the greatest of anytime” (salah seorang fisikawan terbesar sepanjang sejarah) dari Charles C. Jillispe, editor Dictionary of Scientyfic Bibliography (1970).

Tesis al-Biruni bahwa seluruh benda memiliki berat dikembangkan lebih lanjut oleh al-Khazini. Ia menunjukkan bahwa udara mempunyai berat, dan juga mempunyai gaya dorong ke atas, sama halnya dengan zat cair. Dalam hal ini, al-Khazini telah mendahului Torricelli, Pascal, dan Boyle dalam riset dan penemuan bahwa udara mempunyai tekanan ke segala arah karena memiliki berat; fakta inilah yang kemudian disebut sebagai tekanan udara (tekanan udara normal = 1 atm).

Implikasi dari penemuan itu, menurut al-Khazini, berat suatu benda di udara kurang dari beratnya yang sesungguhnya, dan bahwa berkurangnya berat sesuatu benda tergantung pada kepadatan udara. Sintesisi yang dilakukan al-Khazini terhdap hidrostatika dengan mekanika melahirkan temuan baru mengenai konsep berat. Menurut Natsir Arsyad (Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, 1989), konsep yang diajukan al-Khazini telah berhasil mengatasi kesukaran-kesukaran yang terdapat dalam konsep Archimedes. Menurut definisi yang dikemukakan al-Khazini, berat adalah gaya inheren dalam tubuh benda-benda padat yang menyebabkan mereka bergerak, dengan sendirinya, dalam suatu garis lurus terhadap pusat bumi dan terhadap pusat benda itu sendiri. Gaya ini pada gilirannya akan tergantung dari kerapatan benda yang bersangkutan. Al-Khazini juga mempunyai gagasan mengenai pengaruh temperatur terhadap kerapatan. Dan dalam karya utamanya itu, ia menyusun tabel-tabel kerapatan sejumlah besar zat cair dan zat padat, dan termasuk tabel-tabel berat spesifiknya.

Jadi, menurut Arsyad (1989), sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi, al-Khazini telah terlebih dahulu melakukan observasi mengenai kapilaritas (pipa-pipa kapiler) dan menggunakan aerometer untuk kerapatan dan yang berkenaan dengan temperatur zat-zat cair. Al-Khazini juga telah mendahului dalam merumuskan teori tentang tuas (pengungkit) serta penggunaan neraca untuk bangunan-bangunan dan untuk pengukuran waktu.

Pencetus Teori Gravitasi

Lebih hebatnya lagi, al-Khazini dan ilmuwan muslim lainnya juga merupakan orang-orang yang pertama kali mengeneralisasikan teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga memaparkan suatu teori tentang gravitasi serta tabel-tabel kerapatan sejumlah besar zat cair dan zat padat. Al-Khazini juga mempunyai gagasan mengenai pengaruh temperatur terhadap kerapatan, dan tabel-tabel berat spesifik umumnya tersusun dengan cermat. Sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi, al-Khazini telah terlebih dahulu mendalami hal tersebut.
Pendekatan non-Archimedes dalam studi hidrostatika yang dilakukan oleh al-Khazini tejadi melalui penekanan pada studi dinamika dan pusat gravitasi. Ia menekuni secara mendalam mengenai gravtasi yang sebelumnya telah diajukan oleh al-Biruni. Namun, ia telah mengembangkan konsep itu sedemikian rupa sehingga ia menemukan bahwa kuat gravitasi berubah sesuai dengan jarak antara benda yang jatuh dengan benda yang menariknya. Dengan penemuan ini berarti al-Khazini telah melihat variabel baru yang terlibat dalam kekuatan gravitasi, yaitu jarak antara dua benda.

Menurut Prof. Nazif sebagaimana yang dikutif oleh Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO (1986), penulis Mizan al-Hikmah itu pastilah mengetahui kaitan yang sebenarnya antara kecepatan (velocity) benda yang jatuh ke permukaan bumi, jarak yang ditempuhnya dan waktu yang diperlukannya. Dengan demikian, praktis variabel yang terkait dengan peristiwa gerak jatuh suatu benda telah ditemukan oleh al-Khazini. Belum diketahui apakah ia telah memformulasikan hubungan antara variabel tersebut dalam sebuah persamaan matematika.

Tidak cukup sampai di sini, al-Khazini juga berhasil menciptakan sejumlah peralatan penting untuk digunakan dalam penelitian dan pengembangan astronomi. Ia berhasil menemukan sekitar tujuh peralatan ilmiah yang terbilang sangat penting. Ketujuh peralatan temuannya itu dituliskannya dalam Risala fi’l-alat atau Manuskrip tentang Peralatan. Ketujuh alat yang diciptakannya itu adalah triquetrum, dioptra, peralatan segi tiga, kwadran, sektan, astrolab serta sebuah peralatan asli tentang refleksi. Selain berjasa mengembangkan ilmu fisika dan astonomi, al-Khazini juga turut membesarkan ilmu kimia dan biologi. Secara khusus, dia menulis tentang topik evolusi dalam ilmu kimia dan biologi. Dia membandingkan antara transmutasi unsur dengan transmutasi spesies.

Al-Khazini meninggal dunia pada abad ke-12 M. Meski begitu, pemikiran-pemikirannya telah menjadi warisan yang tak ternilai harganya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Biografi Ibnu Bajjah (Dokter & Filosof Terhebat Di Masa Emas Islam)

Ibnu Bajjah (Avempace)

Ibnu Bajjah (ابن باجة) atau lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh (أبو بكر محمد بن يحيى بن الصايغ) merupakan filsuf dan dokter Muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Ia lahir di Saragossa di tempat yang kini bernama Spanyol dan meninggal di Fez pada 1138.

Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rushdi dan Yang Besar Albert. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Ia memiliki pengetahuan yang luas pada kedokteran, Matematika, dan Astronomi. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, namun sayangnya tak lengkap.

Ekspresi yang dicintainya ialah Gharib (غريب) dan Motivahhed (متوح), ekspresi yang diakui dan terkenal dari Gnostik Islam.

Para ahli sejarah memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mampu dalam berbagai ilmu. Fath ibnu Khayan yang telah menuduh Ibnu Bajjah sebagai ahli bid’ah dan mengecam pedas dalam karyanya (Qawa’id al-Iqyan) pun mengakui kekuasaan ilmu pengetahuannya dan tidak pernah meragukan kepandaiannya. Ibnu Bajjah menguasai sastra, tata bahasa, dan filsafat kuno. Oleh tokoh-tokoh sezamannya, Ibnu Bajjah disejajarkan dengan al-Syam al-Rais Ibnu Sina.

Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah pun dikenal pula sebagai politikus ulung.Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa. Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa. Setelah itu, Ketika kota Saragossa jatuh ketangan raja alfonso 1 di Aragon ibnu bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini ia pindah ke Granada dan selanjutnya berangkat ke afrika utara, pusat kerajaan dinasti murabith barbar. Setelah itu Ibnu bajjah berangkat pula ke fez, marokko. Di kota ini ia di angkat menjadi wazir oleh Abu bakar yahya ibnu yusuf ibnu tashfin selama 20 tahun. Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan napasnya yang terakhir pada bulan ramadhan 533 H/1138 M, menurut beberapa informasi kematianya ini karena di racuni oleh temanya, “Ibn zuhr” dokter termasyhur pada zaman itu, yang iri hati terhadap kejeniusanya.

Hasil karya Ibnu Bajjah

Beberapa karya Ibnu Bajjah adalah:
  1. Filsafat al-Wada’, berisi tentang ilmu pengobatan
  2. Tardiyyan, berisi tentang syair pujian
  3. Kitab an-Nafs, berisi tentang catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab
  4. Tadbir al-Mutawahhid, rezim satu orang
  5. Risalah-risalah Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan atas risalah-risalah al-Farabi dalam masalah logika.
karya-karya yang disunting oleh Asin Palacis dengan terjemahan bahasa Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan:
  • Kitab al-Nabat, al-Andalus jilid V, 1940
  • Risalah Ittishal al-Aql bil insan, al-Andalus, jilid VII, 1942
  • Risalah al-Wada’, al-Andalus, jilid VIII, 1943
  • Tadbir al-Mutawahhid, dengan judul el-Regimen del solitario, 1946
     6. Majalah al-Majama’ al-Ilm al-Arabi

Ajaran Filsafat Ibnu Bajjah

Epistemologi
Manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan pertumbuhan kekuasaan insaniah, bila ia telah bersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat. Masyarakat bisa melumpuhkan daya kemampuan berpikir perseorangan dan menghalanginya untuk mencapai kesempurnaan.

Pengetahuan yang didapatkan lewat akal, akan membangun kepribadian seseorang. Akal mendapatkan obyek-obyek pengetahuan yang disebut hal-hal yang dapat diserap dari unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah obyek pengetahuan lain kepada unsur imajinatif. Hal yang paling mencengangkan pada unsur imajinatif adalah keterhubungan dengan wahyu dan ramalan.

Ibnu Bajjah juga menandaskan bahwa Tuhan memanifestasikan pengetahuan dan perbuatan kepada makhluk-makhlukNya. Metode yang diajukan Ibnu Bajjah adalah perpaduan perasaan dan akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, ia mempergunakan metode rasional-empiris, tetapi mengenai kebenaran akan keberadaan Tuhan ia mempergunakan filsafat. Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh manusia apabila manusia menyendiri (uzlah).

Menurut Ibnu Bajjah akal memiliki dua fungsi yaitu memberikan imaji obyek yang akan diciptakan kepada unsur imajinasi dan memiliki obyek yang dibuat di luar ruh dengan menggerakkan organ-organ tubuh.

Metafisika
Menurut Ibnu bajjah, segalah yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang di gerakkan. Gerakan ini di gerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini di gerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari subtansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas) yang oleh ibnu bajjah disebut dengan ‘aql.

Kesimpulanya, gerakan alam ini –jism yang terbatas- digerakkan oleh ‘aql (bukan berasal dari subtansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak adalah ‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘aql inilah disebut dengan Allah (‘aql, aqil, dan ma’qul) sebagaimana yang dikemukakan oleh al-farabi dan ibnu sina sebelumnya.

Perluh di ketahui bahwa para filosof muslim pada umumnya menyebut Allah itu adalah ‘aql. Argumen yang mereka majukan adalah Allah pencipta dan pengatur alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah ia memiliki daya berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya, para filosof muslim menyebut Allah adalah zat yang mempunyai daya berpikir (‘aql), juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikiranya sendiri (ma’qul). Keseluruhanya adalah zat-Nya yang Esa.

Sebagaimana Aristoteles, ibnu bajjah juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argument adanya Allah adalah dengan adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan gerakanya adalah bersifat tidak terbatas.

Disinlah letak kelebihan ibnu bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak aristoteles, namun ia kembali kepada ajaran islam. Dasar filsafat aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu di balik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris. Ibnu bajjah tampaknya berupaya mengislamkan argument metafisika aristoteles. Karena itu , menurutnya Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah pencipta dan pengatur alam.

Moral
Ibnu Bajjah mengelompokkan perbuatan manusia kepada perbuatan hewani dan perbuatan manusiawi. Perbuatan hewani adalah perbuatan yang didorong oleh motif naluri atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Sedangkan perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan akal budi, timbul karena adanya pemikiran yang lurus. Dalam upaya mencari klasifikasi, apakah suatu perbuatan itu bersifat hewani atau manusiawi, perlulah memiliki spekulasi disamping kemauan. Dari sifat spekulasi dan kemauan ini kemudian Ibnu Bajjah membagi kebajikan menjadi dua jenis yakni kebajikan formal dan kebajikan spekulatif. Kebajikan formal merupakan sifat yang dibawa sejak lahir tanpa adanya pengaruh kemauan atau spekulasi. Sedangkan kebajikan spekulatif didasarkan pada kemauan bebas dan spekulasi.

Menurut Ibnu Bajjah, hanya orang yang bekerja di bawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubungannya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatannya dan bisa disebut orang langit. Jika segi hewani tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, maka seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekurangannya karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukannya kepada naluri.

Jiwa
Menurut pendapat ibnu bajjah, setiap manusia mempunyai jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa di gerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah antaranya ada berupa buatan dan ada pula berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan’ yang di sebut juga oleh ibnu bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-garizi) atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.

Jiwa menurut ibnu bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan akal fa’al yang di atasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.

Akal dan Ma'rifah
Ibnu bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah ilahiyat. Akal menurut ibnu bajjah terdiri dari dua jenis. Akal teoritis dan akal praktis. Akal teoritis di peroleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang kongkret atau abstrak. Sedangkan akal praktis di peroleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, pengetahuan yang di peroleh akal ada dua jenis pula. Yang dapat di pahami , tetapi tidak dapat di hayati; yang dapat dipahami dan dapat pula dihayati.

Berbeda dengan Al-ghazali, menurut ibnu bajjah manusia dapat mencapai puncak ma’rifah dengan akal semata, bukan dengan jalan sufi melalui al-qlb, atau al-zauq. Manusia kata ibnu bajjah, setelah bersih dari sifat kerendahan dan keburukan masyarakat akan dapat bersatu dengan akal aktif dan ketika itulah ia akan memperoleh puncak ma’rifah karena limpahan dari Allah.

Etika Dan Akhlak
Ibnu bajjah membagi perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal-hal lain yang berhubungan denganya, baik dekat atau jauh. Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan tinggi dan bagian ini disebutnya, perbuatan-perbuatan manusia.

Pangkal perbedaan antara kedua bagian tersebut bagi ibnu bajjah bukan perbuatan itu sendiri melainkan motifnya. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan tersebut, ia mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu, kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu. Kalau ia melemparnya karena telah melukainya maka ia adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk memusnahkan setiap perkara yang menganggunya.

Kalau melemparkanya agar batu itu tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau marahnya tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini saja yang bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut ibnu bajjah hanya orang yang bekerja dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang langit.

Setiap orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, maka ia tidak lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukanya kepada naluri.

Manusia Penyendiri
Filsafat ibnu bajjah yang paling populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfarid) dalam menjelaskan manusia penyendiri ini, ibnu bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian tadbir al-mutawahhid. Lafal tadbir, adalah bahasa arab, mengandung pengertian yang banyak, namun pengertian yang diinginkan oleh beliau ialah mengatur perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dengan kata lain aturan yang sempurna. Dengan demikian, jika tadbir dimaksudkan pengaturan yang baik untuk mencapai tujuan tertentu,maka tadbir tentu hanya khusus bagi manusia. Sebab pengertian itu ,hanya dapat dilakukan dengan perantaraan akal,yang akal hanya terdapat pada manusia. Dan juga perbuatan manusia berdasarkan ikhtiar. Hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk hewan.

Lebih lanjut ibnu bajjah menjelaskan tentang tadbir bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus .tadbir dalam pengertian umum, seperti disebutkan diatas ,adalah segala bentuk perbuatan manusia. Sementara itu tadbir dalam pengertian khusus adalah pengaturan negara dalam pencapaian tertentu. Yakni kebahagian.pada pihak lain ,filosof pertama spanyol ini menghubungkan istilah tadbir pada Allah swt.maha pengatur, yang disebut al-mutadabbir.ia telah mengatur alam sedemikian rapi dan teratur tanpa cacat. 

Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk penyerupaan semata. Akan tetapi,pendapat ibnu bajjah ini memang ada benarnya.tadbir yang akan dilaksanakan manusia mestinya mencontoh kepada tadbirnya allah swt.terhadap alam semesta.selain itu, tadbir hanya bisa dilaksanakan degan akal dan ikhtiar.pengertian ini tercakup manusia yang memiliki akal dan allah yang dalam filsafat disebut dengan aql.

Adapun yang disebut degan istilah al-mutwahhid ialah manusia penyendiri. Degan kata lain, seorang atau beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain , mereka harus mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik. Mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama atau ilmuwan, apabila para filosof tidak melakukan hal demikian mereka tidak akan mungkin berhubungan dengan akal fa’al karena pemikiran mereka akan merosot dan tidak pernah mencapai tingkat akal mustafad,yakni akal yang dapat berhubungan dengan akal fa’al. itulah sebabnya beliau menyamakan manusia penyendiri bagaikan tumbuhan. Jika ia tidak menyendiri dalam menghadapi kondisi seperti itu ia akan layu, artinya pemikiran filsafatnya mengalami kemunduran. Jika ini terjadi filosof di maksud tidak akan pernah mencapai kebahagiaan (sa’adah). Ibnu bajjah dalam filsafatnya ini dapat di kelompokkan ke dalam filosof yang mengutamakan amal untuk mencapai derajat manusia yang sempurna. Pada pihak lain, filsafat manusia penyendiri ibnu bajjah ini cocok dengan zaman modern ini. 

Manusia apabila hidup dalam masyarakat yang bergelimang dalam kemaksiatan dan kebobrokan atau dalam masyarakat materialistis harus membatasi pergaulanya dalam masyarakat dan ia hanya berhubungan dengan masyarakat ketika memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya semata.

Politik
Dari pengertian mutawahhid, banyak orang mengira bahwa ibn bajjah menginginkan supaya seseorang menjauhkan diri dari masyarakat ramai. Tetapi sebenarnya ibn bajjah bermaksud bahwa seorang mutawahhid sekalipun harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Tetapi hendaklah seseorang itu mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat.dengan perkataan lain ia harus berpusat pada dirinya dan merasa selalu bahwa dirinya menjadi contoh ikutan orang lain, serta sebagai penyusun perundang-undangan bagi masyarakat, bukan malah tenggelam dalam masyarakat itu.

Tindakan-tindakan mulia itu kemungkinan bisa diterapkan di Negara utama.dalam bentuk-bentuk Negara Daerah yang rusak, semua tindakan dilakukan secara terpaksa dan impulsive. karena penduduknya tidak bertindak secara rasional, dan sukarela tetapi didorong, misalnya pencaharian kebutuhan hidup, kesenangan pujian, atau kejayaan. Dalam kehidupan rezim yang tidak sempurna ini, dimana aspirasi intelektual dirintangi, maka tindakan seseorang yang terkucil, menarik diri dari pergaulan manusia, didalam Negara semacam ini untuk apolitik.

Tasawuf
Ibnu Bajjah mengagumi al-Ghazali dan menyatakan bahwa metode al-Ghazali memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, dan bahwa metode ini didasarkan pada ajaran-ajaran Nabi suci. Sang Sufi menerima cahaya di dalam hatinya.

Ibnu Bajjah menjunjung tinggi para wali Allah (Auliya’ Allah) dan menempatkan mereka di bawah para Nabi. Menurutnya, sebagian orang dikuasai oleh keinginan jasmaniyah belaka, mereka berada di tingkat paling bawah, dan sebagian lagi dikuasai oleh spiritualitas, kelompok ini sangat langka.

Filsafat Ibnu Bajjah Tentang Ilmu Dan Sains

Pandangan filsuf multitalenta ini dipengaruhi oleh ide-ide Al-Farabi. Al-Farabi dan Ibnu Bajjah meletakkan ilmu untuk mengatasi segala-galanya. Mereka hampir sependapat bahwa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Upaya untuk memisahkan kedua-duanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang. Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia.

Ibnu Bajjah pun sangat menguasai logika. Menurutnya, sesuatu yang dianggap ada itu sama benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada yang diyakini ada atau hanyalah suatu kemungkinan. Justru, apa yang diyakini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan tidak benar.

Kenyataannya, banyak perkara di dunia yang tidak dapat diuraikan menggunakan logika. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk membantunya memahami hal-hal yang berkaitan dengan metafisika, seperti ilmu sains dan fisika.

Ibnu Bajjah juga terkenal dengan ungkapan yang menyebut manusia sebagai ”makhluk sosial”. Pendapat itu dilontarkan jauh sebelum sarjana Barat mencetuskannya. Ia pun telah menguraikan konsep masyarakat madani dalam tulisannya pada abad ke-11 M. Kehebatannya dalam berbagai ilmu telah membuat banyak kalangan benci dan iri.

Kontribusi Ibnu Bajjah dalam Bidang Sains

Astronomi
Ibnu Bajjah ternyata turut berperan dalam mengembangkan ilmu astronomi Islam. Seorang ilmuwan Yahudi dari Andalusia, Moses Maimonides, menyatakan bahwa Ibnu Bajjah telah mencetuskan sebuah model planet. ”Saya pernah mendengar Ibnu Bajjah telah menemukan sebuah sistem yang tak menyebut terjadinya epicycles. Saya belum pernah mendengar itu dari muridnya,” ungkap Maimonides.

Selain itu, Ibnu Bajjah pun telah mengkritisi pendapat Aristoteles tentang Meteorologi. Ia bahkan telah mengungkapkan sendiri teorinya tentang Galaksi Bima Sakti. Ibnu Bajjah menegaskan, Galaksi Bima Sakti sebagai sebuah fenomena luar angkasa yang terjadi di atas bulan dan wilayah sub-bulan.
Pendapatnya itu dicatat dalam Ensiklopedia Filsafat Stanford sebagai berikut: ”Bima Sakti adalah cahaya bintang-bintang yang sangat banyak yang nyaris berdekatan satu dengan yang lainnya. Cahaya kumpulan bintang itu membentuk sebuah ”khayal muttasil” (gambar yang berkelanjutan). Menurut Ibnu Bajjah, ”khayal muttasil” itu sebagai hasil dari pembiasan (refraksi).” Guna mendukung penjelasannya itu, Ibnu Bajjah pun melakukan pengamatan terhadap hubungan dua planet, yakni Yupiter dan Mars pada 500 H/1106 M.

Fisika
Dalam bidang fisika Islam, Ibnu Bajjah mengungkapkan hukum gerakan. Prinsip-prinsip yang dikemukakannya itu menjadi dasar bagi pengembangan ilmu mekanik modern. Pemikirannya dalam bidang fisika banyak memengaruhi fisikawan Barat abad pertengahan, seperti Galileo Galilei. Tak heran, jika hukum kecepatan yang dikemukakannya sangat mirip dengan yang dipaparkan Galilei.

Menurut Ibnu Bajjah: Kecepatan = Gaya Gerak – Resistensi Materi. Ibnu Bajjah pun adalah fisikawan pertama yang mengatakan selalu ada gaya reaksi untuk setiap gaya yang memengaruhi. Ibnu Bajjah pun sangat memengaruhi pemikiran Thomas Aquinas mengenai analisis gerakan. Inilah salah satu bukti betapa peradaban barat banyak terpengaruh dengan sains yang dikembangkan ilmuwan Muslim.

Psikologi
Ibnu Bajjah pun juga sangat berjasa dalam mengembangkan psikologi Islam. Pemikirannya tentang studi psikologi didasarkan pada ilmu fisika. Dalam risalah yang ditulisnya berjudul, Recognition of the Active Intelligence, Ibnu Bajjah menulis inteligensia aktif adalah kemampuan yang paling penting bagi manusia. Dia juga menulis banyak hal tentang sensasi dan imajinasi.

”Pengetahuan tak dapat diperoleh dengan pikiran sehat saja, tapi juga dengan inteligensia aktif yang mengatur intelegensia alami,” ungkap Ibnu Bajjah. Ia juga mengupas tentang jiwa. Bahkan, secara khusus Ibnu Bajjah menulis kitab berjudul, Al-Nafs, atau Jiwa. Dia juga membahas tentang kebebasan. Menurut dia, seseorang dikatakan bebas ketika dapat bertindak dan berpikir secara rasional.


DAFTAR PUSTAKA
Nasution Hasimsyah. 2003, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 2009, Filsafat Islam, bandung: pustaka setia.
Zar Sirojuddin. 2004, Filsafat Islam-filosof & filsafatnya, Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Template by:

Free Blog Templates